Selasa, 28 Juli 2015

Ini Bukti Jika Petir Bisa 'Ditangkap'

Proses terjadinya fosil petir. Foto
Mungkinkah kita menangkap petir? Jawabannya tentu tidak dan itu bisa menjadi hal yang mustahil untuk dlakukan. Tetapi bagaimana dengan benda lain, seperti pasir, tanah, atau alat-alat elektronik yang digunakan?

Mungkin akan terdengar aneh, jika ternyata ada benda yang ternyata bisa 'menangkap' petir. Petir sendiri merupakan sebuah aliran listrik yang terjadi akibat gesekan yang bisa terjadi antara awan dengan awan, atau awan dengan daratan.

Petir dapat terjadi dalam waktu yang singkat, yang dapat mengeluarkan energi sebesar 5 gigajoule, yang kekuatannya cukup untuk meratakan sebuah. Tetapi, ternyata kini petir bisa 'ditangkap' bahkan meninggalkan jejak berupa fosil petir.

Ketika petir yang kuat menghantam daerah berpasir seperti pantai atau bukit pasir, partikel pasir dapat mencair dan mengering bersama-sama dalam waktu kurang dari satu detik. Pasir meleleh pada sekitar 1800 derajat Celsius, namun suhu dari sambaran pencahayaan bisa mencapai 30.000 derajat, atau lebih dari lima kali suhu di permukaan matahari.


Fosil petir.
Jika kondisi tepat, pasir menyatu dan membentuk tabung berongga panjang yang disebut fulgurite. Istilah ini berasal dari kata Latin fulgur, yang berarti "petir". Meskipun sambaran petir ke bumi setidaknya satu juta kali setiap hari, jarang sekali membentuk fulgurites.

Fulgurites biasanya ditemukan di bawah permukaan pasir, umumnya bercabang dengan diameter bervariasi. Bentuknya mencerminkan jalur petir, yang menghantam ke dalam tanah. Karena itu, fulgurites kadang-kadang disebut "fosil petir".

Fulgurites terlihat seperti akar, bercabang, serta memiliki permukaan kasar, ditutupi dengan butiran pasir yang sebagian meleleh. Tapi permukaan bagian dalam biasanya halus seperti kaca akibat pendinginan yang sangat cepat dan pemadatan pasir. Ukuran dan panjang fulgurite tergantung pada kekuatan sambaran petir dan ketebalan pasir.

Banyak fulgurites yang ditemukan hanya memiliki diameter satu atau dua inci dan panjang bisa mencapai 30 inci, tapi fulgurites dengan panjang 4,8 meter pernah ditemukan. Beberapa fulgurites dapat menembus jauh ke dalam tanah.

Fulgurites juga dapat terbentuk ketika sambaran petir mengenai batu, dan membentuk kerak kaca dan kadang-kadang sebagai urat pada lapisan permukaan batu yang sudah ada sebelumnya.

Fulgurites telah ditemukan sejak awal tahun 1711 dan ditemukan di seluruh dunia, dari puncak gunung ke gurun Sahara, tetapi dianggap langka. Mereka tidak berharga tapi dihargai oleh banyak untuk nilai ilmiah mereka. Dengan mempelajari distribusi fulgurites di daerah tertentu, misalnya, seseorang dapat menyimpulkan terjadinya aktivitas badai di daerah selama periode tertentu, yang pada gilirannya dapat membantu memahami iklim masa lalu.

Fulgurites paling tua ditemukan berumur 250 juta tahun yang ditemukan di Sahara, yang membuktikan jika gurun ini pernah menjadi daerah yang subur, di mana badai hujan pernah melanda daerah ini.

Senin, 27 Juli 2015

Misteri Keraton Majapahit yang Belum Ditemukan

Diyakini ada di dua tempat, Desa Kedaton dan Sentonore 
VIVA.co.id - Arkeolog dan Sejarahwan meyakini letak kerajaan Majapahit di daerah Trowulan dan sekitarnya. Sebab, di daerah ini banyak ditemukan artefak, prasasti, dan berbagai konstruksi bangunan, seperti candi-candi, makam, maupun gapura. Pemerintah telah pula menetapkan desa Trowulan sebagai situs cagar budaya kerajaan Majapahit. Meski lokasi pasti bangunan Keraton Majapahit di Trowulan masih belum bisa dipastikan keberadaannya.

Prof. Dr. Slamet Muljana dalam bukunya 'Pemugaran Persada Sejarah Leluhur Majapahit' menggambarkan keindahan keraton Majapahit. Ia menuliskan, keraton Majapahit menghadap ke arah barat. Di muka benteng terdapat lapangan sangat luas dikelilingi parit berisi air.

Digambarkan pula beberapa bangunan kenegaraan, seperti balai agung tempat pertemuan dan balai manguntur atau pendapa agung tempat para pembantu utama menghadap Sang Prabu. Di tengah balai manguntur dilukiskan ada sebuah rumah kecil dengan takhta tempat duduk raja, balai witana.

Keberadaan keraton Majapahit diduga di Desa Kedaton dan Desa Sentonorejo. Di Desa Kedaton mengingat kata Jawa kedaton juga berarti istana. Sekitar  200 meter ke barat dari kompleks candi Kedaton ditemukan umpak-umpak berukuran besar sebanyak dua puluh buah yang tersusun memanjang sejajar. Selain itu juga pernah ditemukan pasak batu.

“Pasak batu itu diduga tempat tambatan gajah kendaraan Sang Prabu. Menurut cerita lesan warga Trowulan, di daerah tersebut juga dipercayai tempat berkumpulnya para leluhur pada zaman Kerajaan Majapahit. Di lokasi itu sekarang dibangun Pendopo Agung oleh Komando Daerah Militer (Kodam) VIII Brawijaya,” ujar Dimas Cokro Pamungkas, budayawan Trowulan.

Temuan lain yang juga menguatkan adalah adanya situs Candi Kedaton. Candi tersebut terletak di wilayah administrasi Dukuh Kedaton. Ada beberapa bangunan di sana. Bangunan pertama berada di timur laut (depan pintu masuk) yang merupakan bagian kaki sebuah bangunan.

Di depan bangunan tersebut ada pula sebuah sumur kuno yang dikenal dengan Sumur Upas. Tidak ada yang berani membuka tutup sumur tersebut lantaran diduga mengeluarkan gas racun (upas).

Dilihat dari temuan bentuk struktur, diperkirakan candi Kedaton ini merupakan kompleks bangunan atau tempat tinggal. Artefak yang pernah ditemukan di sana antara lain fragmen tembikar atau gerabah, arca terakota, arca dari batu andesit, keramik asing, mata uang kepeng, emas, dan kerangka manusia.

Ada pendapat lain tentang letak keraton Majapahit, yaitu di kawasan Desa Sentonorejo. Nama Sentonorejo diduga perubahan dari kata Santanaraja yang artinya saudara raja.

"Berdasarkan kitab Negarakertagama, foto udara, dan ekskavasi ada yang berpendapat keraton letaknya di kawasan Sentonorejo,” ujar Dimas.

Hal itu diperkuat dengan temuan situs Sentonorejo. Situs tersebut ditemukan pada tahun 1982 setelah diadakan penelitian didapati peninggalan berupa lantai atau berbentuk ubin segi enam sekitar 1,8 meter di bawah permukaan tanah.

Lantai segi enam belum pernah ditemukan dalam penggalian sebelumnya, biasanya hanya kerakal dan batu bata segi empat. Susunan lantai kuno ini merupakan situs pemukiman, rumah pada masa Majapahit. Diduga lokasi itu adalah  ruang dalam keraton.

Minggu, 26 Juli 2015

Laporan Singkat Tim Tanggap Darurat Gempabumi Madiun - 25 Juni 2015

LAPORAN SINGKAT TIM TANGGAP DARURAT
GEMPABUMI MADIUN - 25 JUNI 2015
Bersama ini, kami sampaikan laporan singkat kejadian gempabumi di Kabupaten Madiun, Provinsi Jawa Timur, berdasarkan hasil pemeriksaan lapangan yang dilakukan oleh Tim Tanggap Darurat (TTD) Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), Badan Geologi, sebagai berikut: 
 
1. Berdasarkan informasi dari situs web Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG; www.bmkg.go.id), gempabumi utama yang terjadi pada tanggal 25 Juni 2015 pukul 10:35 WIB, berpusat di koordinat 7,73°LS dan 111,69°BT atau berjarak 12 km sebelah tenggara Kota Madiun (Gambar 1), dengan magnitudo 4,2 SR pada kedalaman 10 km. Kemudian pusat gempabumi direlokasi oleh BMKG, menjadi di koordinat 7,6443°LS dan 111,667°BT atau 21 km timur laut Kota Madiun (Gambar 1) pada kedalaman 1 km. Gempa tersebut mempunyai mekanisme dominan sesar geser dan sedikit komponen sesar turun dengan strike = 245,8°, dip = 74,3° dan slip = -2.2° (Gambar 1).

Lapsing Madiun_1

2. PVMBG mengirimkan tim tanggap darurat gempabumi ke lokasi gempabumi dengan maksud untuk melakukan pemeriksaan dampak dan penanggulangan bencana gempabumi. Tujuan kegiatan tanggap darurat adalah untuk memberikan rekomendasi teknis mitigasi bencana gempabumi. Di lokasi gempabumi kabupaten Madiun, tim tanggap darurat PVMBG melakukan beberapa kegiatan sebagai berikut:
a. Koordinasi dengan BPBD Kabupaten Madiun, BMKG dan Dinas ESDM Provinsi Jawa Timur;
b. Pemetaan dampak gempabumi dengan melakukan wawancara kepada masyarakat dan pemeriksaan kerusakan, khususnya memetakan retakan tanah akibat gempabumi;
c. Pengambilan foto udara dengan menggunakan mini drone untuk keperluan photogrametry yang bertujuan untuk pembuatan orthophoto dan Digital Surface Model (DSM) di lokasi kerusakan;
d. Pemantauan deformasi menggunakan GPS geodetik yang dipasang di 2 titik (Gambar 1B);
e. Sosialisasi langsung kepada masyarakat.
 
3. Secara umum goncangan gempabumi dirasakan dengan intensitas maksimum sebesar skala MMI VI di lereng barat daya dan selatan G. Pandan yang dicirikan dengan terjadinya retakan tanah akibat gempabumi ini. Goncangan gempabumi juga dirasakan di Caruban dan Nganjuk dengan intensitas II MMI. Gempabumi ini tidak mengakibatkan korban jiwa, namun menyebabkan kerusakan pada beberapa rumah dan retakan-retakan tanah yang terlokalisir di Dusun Pohulung, Desa Klangon, Kecamatan Saradan, Kabupaten Madiun, Provinsi Jawa Timur. Di Dusun Pohulung, 30 rumah mengalami rusak sedang dan 27 rumah rusak ringan akibat gempabumi 25 Juni 2015.

Berdasarkan informasi dari warga Dusun Pohulung, dalam 1 (satu) bulan sebelum gempabumi utama setidaknya telah terjadi 8 gempabumi (foreshock) dengan magnitudo dan intensitas guncangan yang lebih kecil. Paska gempabumi utama, terjadi pula gempabumi-gempabumi susulan dengan magnitudo dan intensitas yang lebih kecil dibanding gempabumi utama. Gempabumi susulan merupakan fenomena normal setelah gempabumi utama sebagai cerminan dari upaya bumi menuju kesetimbangannya. Sejarah kegempaan di daerah ini masih belum dapat disimpulkan, namun berdasarkan informasi warga Desa Klangon, di daerah ini pernah terjadi gempa serupa sekitar 50 – 60 tahun yang lalu. 
 
4. Dusun Pohulung terletak di kaki barat daya G. Pandan dan disusun oleh batuan breksi gunungapi dan batuan Formasi Kabuh berumur Plistosen / awal Kuarter (Gambar 2). Batuan-batuan tersebut telah mengalami pelapukan, bersifat urai, lepas, belum kompak (unconsolidated) dan bersifat memperkuat efek goncangan, sehingga rawan terhadap goncangan gempabumi. Berdasarkan peta geologi (Gambar 2) di sebelah timur laut G. Pandan terdapat patahan aktif dengan orientasi barat daya – timur laut dan mekanisme patahan mengiri (sinistral).

Lapsing Madiun_2
Peta sebaran retakan tanah di Dusun pohulung yang ditumpang tindih dengan ortophoto dan DSM hasil foto udara ditampilkan di Gambar 3. Retakan tanah yang terjadi akibat gempabumi pada umumnya berorientasi antara N30°E-N50°E (barat daya-timur laut). Retakan lebih banyak ditemui diwilayah utara Dusun Pohulung dan semakin ke selatan retakan semakin jarang ditemui. 

Lapsing Madiun_3
 
5. Kejadian gempabumi ini juga mengakibatkan kepanikan dan keresahan warga di Dusun Pohulung dimana sebagian masyarakat sempat ketakutan untuk bermalam di dalam rumah. Hal tersebut dikarenakan beredarnya isu-isu dan kabar yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya mengenai kejadian gempabumi ini. Isu-isu yang tidak benar dan meresahkan masyarakat diantaranya  mengenai kabar bahwa gempabumi yang terjadi terkait dengan aktivitas vulkanik G. Pandan dan aktivitas penambangan minyak di Bojonegoro. Guna meredam kepanikan warga dan membantah kabar-kabar yang tidak benar, di Dusun Pohulung telah diadakan sosialisasi pada tanggal 28 Juni 2015 yang difasilitasi oleh BPBD Kabupaten Madiun dengan narasumber dari BMKG dan tim tanggap darurat PVMBG. Setelah sosialisasi warga lebih mengerti mengenai kejadian gempabumi dan tidak resah lagi.
 
Lapsing Madiun_4

6. Berdasarkan data kerusakan di lapangan dan fokal mekanisme-nya, dapat disimpulkan bahwa gempabumi ini dipicu oleh aktivitas tektonik pada patahan yang berlokasi di sekitar G. Pandan dengan orientasi barat daya-timur laut dan mekanisme patahan geser mengiri (sinistral). Gempabumi ini tidak ada kaitannya dengan aktivitas vulkanik G. Pandan, karena G. Pandan berdasarkan data dasar gunung api PVMBG tidak dikategorikan sebagai gunungapi aktif. Gempabumi ini juga tidak terkait dengan aktivitas tambang minyak di Bojonegoro karena lokasi nya yang cukup jauh.  
 
7. Rekomendasi:
• Masyarakat dihimbau untuk tetap tenang dan mengikuti arahan serta informasi dari pemerintah daerah dan BPBD setempat. Jangan terpancing oleh isu yang tidak bertanggung jawab mengenai gempabumi.
• Masyarakat agar tetap waspada dengan kejadian gempa susulan, yang diharapkan berkekuatan lebih kecil. 
• Wilayah yang pernah dilanda gempabumi kemungkinan besar akan dilanda gempabumi lagi pada masa yang akan datang, namun waktu kejadian dan kekuatan gempa tidak dapat dipastikan. Untuk itu, warga di Desa Klangon diharapkan membangun rumah atau bangunan dengan mengikuti kaidah tahan gempabumi.

Minggu, 12 Juli 2015

INILAH SISTEMATIKA PTK YANG BENAR MENURUT LPMP

INILAH SISTEMATIKA PTK YANG BENAR MENURUT LPMP

Sistematika Penulisan PTK-Penelitian Tindakan Kelas

HAKIKAT PTK


 Penelitian tindakan kelas atau yang lebih dikenal dengan sebutan PTK merupakan studi sistematis yang dilakukan oleh guru dalam upaya memperbaiki praktik praktik dalam pendidikan dengan melakukan tindakan praktis serta refleksi dari tindakan tersebut. PTK tersebut dilakukan oleh guru yang bertujuan memperbaiki mutu praktik pembelajaran di kelasnya sehingga berfokus pada proses dan hasil belajar yang terjadi di kelas. Sebagai upaya perbaikan terhadap proses pembelajaran di kelas, dalam PTK terdapat tindakan nyata guru dalam proses pembelajaran yang diyakini lebih baik dari biasa dilakukan. Guru yang profesional akan segera melakukan sesuatu tindakan bila di kelasnya terjadi persoalan atau permasalahan yang mengurangi mutu proses dan hasil pembelajaran.


RAMBU-RAMBU SISTEMATIKA LAPORAN PENELITIAN TINDAKAN KELAS

A.   Judul; singkat, spesifik, menggambaran masalah, tindakan, hasil, dan lokasi

B.   Kata Pengantar; berisi proses pelaksanaan PTK dan perlunya dilakukan PTK

C.   Daftar isi

D.   Abstak; berisi uraian umum dan lengkap yang disajikan secara singkat (lebih 

       kurang 1-2 halaman, ditulis dengan spasi tunggal,

E.   Bab I Pendahuluan

  1. Latar belakang; berisi tentang kondisi nyata berbagai hal yang terjadi di sekolah, bersifat penting dan mendesak untuk dipecahkan, upaya dan alasan pemecahan maslah, alasa mengapa maslah tersebut penting untuk dipecahkan. 
  2. Rumusan maslah; kalimat tanya yang berisi tentang: indikator masalah yang akan dipecahkan, tindakan yang akan dilakukan, dan subyek yang akan dikenai tindakan. 
  3. Tujuan: berisi tujuan umum, tujuan khusus atau cukup tujuan berisi tentang tujuan yang dapat diukur ketercapaiannya. 
  4. Hipotesis: berisi dugaan sementara tentang hasil yang akan dicapai jika masalah tersebut digarap. 
  5. Manfaat: berupa manfaat bagi siswa, guru, sekolah, atau komponen yang terkait. lebih baik kemukakan hal yang berupa inovasi.

F.  Bab II Kajian Teori

Berisi tentang teori yang mendasari penelitian, yakni berkaitan dengan kondisi

pembelajaran. Masalah yang akan dipecahkan, strategi yang akan digunakan, dan prestasi belajar siswa yang diidealkan. Kajian teori tersebut paling tidak dapat mengungkapkan tentang: What (apa) berupa definisi atau pengertian, Who(siapa) berupa siapa penemu atau pendapat siapa, Why (mengapa) mengapa teori itu ada, How (bagaimana) teori itu digunakan atau hasil penelitian terdahulu (yang dilakukan orang lain).

G. Bab III Metode Penelitian

  1. Rancangan penelitian; berisi jenis penelitian, rancangan yang digunakan, siklus yang direncanakan, cara pengumpulan dan analisis data.
  2. Lokasi dan waktu penelitian; berisi tentang lokasi sekolah, kelas berapa, jumlah siswa, komposisi siswa, situasi lingkungan siswa, berapa lama penelitian dilakukan (sebutka antara waktu) 
  3. Indikator keberhasilan; berisi berupa indikator keberhasilan yang menjadi acuankeberhasilan dalam setiap tindakan, berupa gradasi seperti (80-100: sangat berhasil, 60-79: berhasil, 40-59: cukup berhasil, 20-39: kurang berhasil, 0-19 : tidak berhasil, Kalu kemampuan kognitif yang diukur angka Kriteria Ketuntasan Minimal bisa dijadikan sebagai acuan. 
  4. Prosedur penelitian (siklus tindakan); berisi tindakan tiap siklusnya, yang dalam setiap siklus berupa: kegiatan perencanaan, kegiatan pengamatan serta kegiatan refleksi, refleksi pada siklus pertama bisa dijadikan acuan untuk perencanaan tindakan pada siklus kedua dan seterusnya. 
  5. Instrumen yang digunakan; berisi paparan tentang alat pengumpulan data yang digunakan dan alasan penggunaannya, yang meliputi pedoman observasi, alat perekam, dll. 
  6. Teknik pengumpulan data; berisi paparan tentang langkah-langkah dalam elaksanaan pengamatan, wawancara, pemberian evaluasi, dll. 
  7. Teknik analisis data; berisi paparan tentang proses pengolahan data, yang meliputi reduksi data, pembuatan tabel, pembuatan diagram, dll.

H. Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

Berisi hasil pengamatan dan observer, analisis data dan refleksi dari kegiatan dalam setiap siklus. Hasil refleksi merupakan rencana tindakan dalam tiap siklusnya. Hasil pengamatan berupa tindakan guru dan kegiatan siswa.

I.   Bab V Simpulan dan Saran

Berisi simpulan dari penelitian dan saran tindakan perbaikan atas hasil penelitian (bisa berupa rekomendasi)

Sumber : Buku Karya Tulis Ilmiah (KTI) Panduan, Teori, Perlatihan dan Contoh

Prof. Dr. H. Imam Suyitno, M.Pd Guru Besar Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang 234 halaman

Penerbit Aditama Tahun 2011

  


SISTEMATIKA PENULISAN PROPOSAL DAN LAPORAN PTK

1.   Penulisan Proposal PTK

Sistematika proposal penelitian tindakan kelas dapat dibagi menjadi dua bagian utama, yaitu bagian awal, bagian inti. Masing-masing bagian dapat dirinci sebagai berikut. Laporan hasil PTK terdiri atas tiga bagian utama, yaitu:

(1) Bagian awal,

(2) Bagian inti, dan

(3) Bagian akhir

A.  Bagian Awal memuat:

Halaman Sampul; Lembar Logo; Halaman Judul; Lembar Persetujuan terdiri dari: (a) Lembar persetujuan pembimbing, (b) Lembar persetujuan dan pengesahan; Kata Pengantar; Daftar Isi; Daftar Tabel; Daftar Gambar/Bagan; dan Daftar Lampiran.

B.  Bagian Inti memuat:

        BAB I     PENDAHULUAN

  1. Latar Belakang Penelitian.
  2. Rumusan Masalah
  3. Tujuan Penelitian.
  4. Hipotesis Penelitian (jika ada)
  5. Kegunaan Hasil Penelitian
  6. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian
  7. Definisi Operasional

      BAB II    KAJIAN PUSTAKA

      BAB III   METODE PENELITIAN

  1. Pendekatan dan Jenis Penelitian
  2. Kehadiran dan Peran Peneliti
  3. Lokasi Penelitian
  4. Subjek Penelitian
  5. Data dan Sumber Data
  6. Pengumpulan Data
  7. Analisis Data, Evaluasi dan Refleksi
  8. Tahap-Tahap Penelitian

2. Penulisan Laporan Hasil PTK

Sistematika penulisan laporan hasil penelitian tindakan kelas dapat dibagi menjadi tiga bagian utama, yaitu bagian awal, bagian inti, dan bagian  akhir.  Pada bagian inti, penulisan laporan hasil PTK dilakukan dengan menambah bagian Bab IV, Bab V dan Bab VI saja seperti dibawah ini.

      BAB IV   PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN

  1. Pengamatan Pendahuluan
  2. Paparan Data
  3. Analisis Data
  4. Temuan Penelitian
  5. Evaluasi
  6. Refleksi
  7. Tindak Lanjut

      BAB V    PEMBAHASAN

      BAB VI   PENUTUP

  1. Kesimpulan
  2. Saran-Saran

C.    Bagian Akhir memuat:

Bagian akhir laporan PTK berisi:

DAFTAR RUJUKAN;

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN;

LAMPIRAN-LAMPIRAN;

RIWAYAT HIDUP PENULIS

Kamis, 02 Juli 2015

Ilmuwan Temukan Cara untuk Bangkitkan Orang Mati


Penemuan ini tergolong gila dan inovatif.
Ilmuwan Temukan Cara untuk Bangkitkan Orang Mati
Ilustrasi bangkit dari kematian. (http://cutpen.com) Orang yang sudah mati tidak akan bisa hidup lagi. Tapi, ada ilmuwan yang menemukan cara untuk membangkitkan orang mati dan menjadikan gagasan ini heboh.
Tentu banyak orang ingin tahu tentang cara yang digunakan untuk membuat orang yang sudah meninggal kembali sadar seperti biasa. Tentu hal ini menuai kontroversi, ada yang percaya, ada yang mungkin berpikir ini tidak masuk akal, tapi ada juga yang tidak peduli.

Namun, ada baiknya untuk mengetahui lebih banyak soal gagasan yang termasuk gila dan inovatif ini. Dalam sebuah pertemuan yang diberi tema New York Academy of Science di mana dihadiri oleh Lance Becker dari University of Pennsylvania, Stephan Meyer dari Columbia University, serta Dr. Sam Parnia dari State University of New York, gagasan tentang menghidupkan kembali orang yang sudah meninggal ini dipresentasikan.

Baca selengkapnya...

GAWAT,,, 800 RIBU GURU TERANCAM TAK NAIK PANGKAT Posted at July 2nd, 2015 | Categorised in BERITA NASIONAL

Assalamualaikum Warrahmatullahi Wabbarakatuh
Selamat Beraktifitas
Pemasalahan publikasi ilmiah yang wajib dilakukan oleh guru untuk memenuhi syarat kenaikan pangkat/golongan masih menjadi perdebatan, sebagaimana yang kita ketahui bersama bahwa antara Serikat Guru Indonesia (SGI) dengan Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) memiliki pandangan yang berbeda.
SGI setuju dengan kebijakan Pemerintah, bahwa untuk bisa naik pangkat/golongan guru memang harus melakukan penelitian dan mempublikasikan hasil karya ilmiahnya namun PGRI menyatakan bahwa Kebijakan yang dibuat Pemerintah tersebut hanya akan menyengsarakan guru dan akan berdampak terhadap masa depan guru.
Kebijakan baru Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) yang mewajibkab guru meneliti dan menulis karya ilmiah sebagai bagian kenaikan pangkat atau golongan karir guru, diprotes Ketua Umum Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), Sulistiyo.
“Saya merasa prihatin. Pasti akan semakin banyak guru stress. Jadi, kebijakan itu harus dikoreksi, diluruskan, dan diperbaiki,” ucap Sulistyo di Jakarta, kemarin.
Dia mengatakan, jika kebijakan itu benar diberlakukan, maka lebih dari 800 ribu orang guru dan pengawas tidak dapat naik pangkat karena kewajiban itu. PGRI sangat mendukung upaya peningkatan profesionalitas guru.
Menurutnya, menjadikan penelitian dan menulis karya ilmiah sebagai bahan untuk naik pangkat dan sebagai pemberian tunjangan profesi guru sangat tidak relevan.
“Sungguh kebijakan yang keliru, menyengsarakan guru, dan dapat berdampak pada gagalnya pelaksanaan tugas utama guru,” ujar dia. Selain itu, Sulistyo menuturkan, guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah.
Hal itu diperjelas dalam Undang-Undang (UU) Guru dan Dosen Nomer 14 Tahun 2015 dalam pasal 1 ayat (1). Jadi, guru berbeda dengan dosen. Meskipun sama-sama termasuk tenaga pendidik.
“Peran sebagai seorang guru bukan peneliti dan bukan juga ilmuwan. Kalau pun guru harus juga melakukan penelitian dan penulisan karya ilmiah, maka kegiatan itu tidak boleh menjadi kewajiban yang menghambat nasib guru jika dia sudah melaksanakan tugas pokoknya dengan baik,” paparnya.
Kegiatan publikasi ilmiah baik meneliti dan menulis karya ilmiah beserta varian lainnya, seharusnya hanya dijadikan sebagai pendukung untuk meningkatkan mutu profesionalitasnya.
Berbeda dengan dosen yang merupakan pendidik profesional dan ilmuwan dengan tugas utama mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat.
Hal itu sesuai dengan UU Guru dan Dosen No 14 / 2005 dalam Pasal 1 Ayat (2). “Nah, itu jelas. Bahwa dosen adalah ilmuwan yang harus meneliti. Kalau dia tidak meneliti tidak boleh naik pangkat,” jelasnya.
Sebab seorang dosen disiapkan untuk bisa meneliti dan menulis karya ilmiah, yang dibiayai. Ketika naik pangkat pun memperoleh kenaikan tunjangan fungsional yang cukup besar. Sementara guru tidak ada.
Sebelumnya, Perwakilan Pusat Pengembangan Program Profesi Pendidik Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Pusbangprodik Ditjen GTK Kemendikbud, Hari Amirullah menyatakan, penulisan karya ilmiah merupakan syarat wajib bagi guru dalam jabatan profesi. Hal tersebut sesuai dalam Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PerMenPAN-RB) No. 16 / 2009 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya.
“Penulisan karya ilmiah merupakan syarat wajib dari unsur dan sub unsur kegiatan guru yang dinilai angka kreditnya. Dimana dalam penulisan karya ilmiah bagian dari kegiatan pengembangan keprofesian berkelanjutan profesi guru pada jenis publikasi ilmiah,” tegas dia.
(Sumber : www.jpnn.com)
Demikian berita seputar masalah guru yang dapat kami bagikan, semoga bermanfaat.
Sukses buat guru-guru Indonesia